Bakorkamla Akan Gunakan Satelite Awasi Lalu Lintas Kapal di Indonesia

BANGKA, KOMPAS.com - Pengawasan kapal yang beroperasi di perairan Indonesia akan ditingkatkan. Kalau selama ini masih banyak kejadian, kapal asing melakukan kegiatan terlarang, seperti menangkap ikan secara tidak sah (illegal fishing), dan tidak dapat diawasi, ke depan pengawasan lebih mudah dengan menggunakan penginderaan satelit.

Peningkatan pengawasan kapal-kapal di perairan nusantara menjadi sasaran kerja sama Badan Koordinasi Keamanan Laut RI (Bakorkamla) dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) yang ditandatangani Kalakhar Bakorkamla Laksamana Madya TNI Y Didik Heru Purnomo dan Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lapan Ir Nur Hidayat, Rabu (6/10/2010).

Penandatangan nota kesepahaman (Mou) dilangsungkan di rumah Dinas Gubernur Bangka Belitung di Mahligai Serumpun Sebalai, Pangkalpinang, Rabu (6/10). Penandatanganan dilakukan Kalahar Bakorkamla Didik, dan Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN Ir Nur Hidayat, dan disaksikan Gubernur Babel Eko Maulana Ali, unsur musyawarah pimpinan daerah setempat dan tamu undangan.

"Dengan kerja sama ini, kita berharap akan membantu peningkatakan sistem monitoring keamanan laut," kata mantan Kepala Staf Umum TNI ini.

Jenderal bintang tiga ini menjelaskan, dengan mengombinasi menggunakan teknologi satelit dan Maritime Rescue Coordinating Center (MRCC), pengawasan kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia, dapat ditingkatkan. "Kita berharap pengawasan perairan Indonesia dapat ditingkatkan demi menanggulangi tindak kejatan, termasuk perompak atau bajak laut," ujar Didik.

Di tempat serupa, Nur Hidayat mengatakan, kerja sama kedua institusi ini menyangkut operasional peralatan pendukung Maritime Rescue Coordinating Center (MRCC) dan Ground Station (GS). Kerja sama berlaku untuk masa 5 tahun.

Kepala Sub-bidang Pengelolaan Sistem dan TI Bakorkamla, Ruby Alamsyah menjelaskan penandatangan MoU tersebut menyangkut kerja sama interoperability. Artinya, kerja sama dua institusi yang masing-masing pihak punya sarana. Lapan sebagai pihak yang menggunakan sering citra satelit di Indonesia sudah terbiasa menghasilkan data yang dibutuhkan instansi lain, misalnya peta daratan yang dibutuhkan Kementerian Pertanian, atau Kementerian Kehutanan.

Alasan menggandeng Lapan, karena lembaga ini merupakan leading sektor di bidang angkasa, dan korelasi dengan instansi nasional, bahkan internasional, dan sebagai leading sektor, maka Bakorkamla pun melihat perlu kerja sama dengan Lapan. "Kami mengambil manfaat dari aspek citra satelit untuk mengetahui klorofil seberapa mengetahui potensi perikanan), shipment tracking dan pencemaran laut atau tumpahan minyak," ujarnya.

Setelah kerja sama ini, Bakorkamla akan memiliki sistem pemantau kondisi perairan Indonesia, dan pelacakan kapal-kapal yang berlayar. Misalnya, ketika ada kapal yang mencurigakan, kapal bersangkutan dapat difoto untuk mengamati aktivitasnya. Citra atau foto jepretan satelit itu akan digunakan sebagai data pembanding terhadap hasil pantauan yang dipancarkan tranfonder, yang terekam di sistem pengawasan Bakorkamla. Tetapi sistem ini memiliki kelemahan, sebab kalau pihak kapal tidak mengaktifkan transponder yang memantulkan data atau keberadaannya ke sistem, maka kapal yang bersangkutan tidak akan diketahui keberadaan dan aktivitasnya.

Dengan mengendalikan satelit komunikasi, satelit citra mengambil data/gambar dari lokasi satu. Misal, di satu tempat, yang potensi ikannya banyak, ada 12 kapal yang beroperasi menangkap ikan yang tertangkap radar karena kapal-kapal tersebut menyalakan identification system masing-masing. Lewat transfonder, data kapal-kapal itu terpantul ke sistem monitoring sehingga terpantau ada kapal 10 kapal.

Data hasil pantulan identification system itu dijadikan sebagai bahan untuk mengintai melalui penginderaan satelit, memantau ada apa sesungguhnya yang terjadia dan berapa banyak kapal yang beroperasi.

Setelah difoto satelit, di lokasi itu, ternyata ada 12 kapal, tapi dua di antaranya tidak mengaktifkan sistem identifikasi, maya kapal yang terpantau hanya 10 kapal, sedangkan dua kapal lainnya nakal karena tidak melapor. Mungkin saja kapal tersebut melakukan penangkapan ikan secara ilegal, dan inilah yang selanjutnya diselidiki aparat di lapangan.

"Jadi data hasil monitoring sistem identifikasi tadi kami jadikan first opinion, kemudian penggunaan citra satelit sebagai second opinion. Dengan mengombinasikan dua sistem ini, diharapkan dapat meminimalisir niat-niat para pelaku pelanggar hukum," imbuh Ruby.

Kegunaan lainnya penginderaan jarak jauh, untuk memantau tumpahan minyak dari perusahaan minyak lepas pantai, atau aktivitas kapal pembuang limbah minyak ke laut.(Ars)


Sbr : Kompas

Post a Comment

أحدث أقدم