![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglUU86rhvpBLKOYvHNaRhu9UMXcdn717yt_2HZSrPX6XzDnD8ad0rPVwcJChtFhtz28fvmcMC8colfEB_i0xpmZNadblqube1mH1FuVZioKAV1LOK_V3JB0stD6URJepeFeaZWVmxi5ho/s320/tni+al.jpg)
"Pencurian ikan secara massive oleh nelayan sejumlah negara, termasuk yang terakhir diberitakan sebuah harian nasional dilakukan nelayan Vietnam di Laut Cina Selatan, menunjukkan lemahanya sistem pengamanan laut kita," katanya di Jakarta, Jumat (16/4).
Doktor politik yang juga mantan anggota Komisi I DPR RI (bidang Politik Luar Negeri dan Pertahanan) periode 2004-2009 ini lantas mendesak Pemerintah, yakni Kementerian Kelautan, TNI AL, dan Bakorkamla melalui Kementerian Koordinator Polhukam, harus segera duduk bersama untuk membenahi sistem keamanan laut RI.
"Pemerintah tidak boleh membiarkan kekayaan laut kita dijarah secara 'massive' dan terus-menerus oleh nelayan-nelayan asing. DPR RI pun perlu memberikan perhatian khusus terhadap aspek keamanan laut untuk segera bersama Pemerintah membenahi regulasi dan wewenang kendali keamanan laut," katanya menandaskan.
Termasuk di dalam, demikian Andreas Pareira, mendesaknya menyediakan anggaran yang cukup untuk peralatan dan tugas operasi keamanan laut. "Tidak bisa lagi kita mengejar para pencuri dan penjarah kekayaan kita dengan hanya bermodalkan bambu runcing kan. Artinya, Pemerintah jangan terkesan membiarkan pengamanan perairan di wilayah teritori Nusantara ini dijaga oleh para nelayan tradisional kita," ujarnya.
Pemerintah RI melalui berbagai instrumennya, menurut Andreas Pareira, perlu ada keperdulian dan keseriusan untuk mengatasi masalah keamanan laut dari Pulau Natuna, Pulau Miangas hingga Pulau Rote, serta Laut Arafura di Merauke sampai Laut Sabang. (Ant/OL-03/Ars)
Sbr : MediaIndonesia