Kapal AL Korsel diduga terkena ranjau laut Korut

BAENGYONG, KOMPAS.com - Para penyelam Senin (29/3/2010) berhasil mencapai bagian dari sebuah kapal perang Korea Selatan yang terbelah dua.

"Ada satu ledakan yang misterius. Tapi sejauh ini tidak terdengar adanya ada suara-suara dari dalam lambung kapal itu," kata militer.

Empat puluh enam pelaut hilang setelah korvet Cheonan yang berbobot mati 1.200 ton tenggelam di Laut Kuning Jumat malam dekat perbatasan laut yang disengketakan dengan Korea Utara (Korut)dalam salah satu musibah-musibah laut terburuk negara itu.

Para penyelam berusaha mengetahui nasib mereka dan mengumpulkan petunjuk-petunjuk tentang penyebab ledakan itu. Para pejabat Seoul mengatakan sejauh ini tidak ada bukti Pyongyang terlibat.

Kementerian Pertahanan mengemukakan kepada komite pertahanan parlemen bahwa para penyelam angkatan laut mencapai bagian haluan dan memukul lambung kapal itu dengan palu.

Tidak ada tanggapan dari dalam lambung kapal itu, tetapi Menteri Pertahanan Kim Tae-Young mengatakan itu menunjukkan tidak ada yang selamat.

Senin petang para penyelam berhasil mencapai buritan, tempat para prajurit yang hilang diperkirakan berada, namun belum ada informasi tentang temukan mereka.

Kapal itu tenggelam di lepas pantai pulau Baengyeong dekat perbatasan yang disengketakan, lokasi bentrokan angkatan laut yang menelan korban jiwa tahun 1999 dan 2002 dan baku tembak November tahun lalu.

Bagian depan ditemukan akhir pekan lalu. Tetapi para penyelam tidak dapat mencapainya karena arus yang kuat, jarak penglihatan yang dekat dan gelombang tinggi, membuat marah para keluarga pelaut yang hilang yang menuntut usaha penyelamatan lebih cepat.

"Arus yang kencang dan jarak penglihatan yang dekat adalah hambatan terbesar," kata Lee Ki Shik, juru bicara Kepala Staf gabungan dalam keterangan pers.

"Kami berencana melakukan usaha pertolongan dengan keyakinan mungkin masih ada yang hidup baik di buritan maupun di haluan," kata Lee dan menambahkan kamera-kamera bawah laut akan segera diturunkan.

Presiden Lee Myung Bak melakukan empat pertemuan keamanan mendesak sejak kapal itu tenggelam, tetapi tidak segera memberikan kesimpulan tentang penyebab ledakan itu.

Sejumlah 58 awak diselamatkan segera setelah kapal itu tenggelam dalam air hampir membeku. Tidak ada yang diselamatkan sejak itu walaupun dilakukan pencarian melalui pesawat dan kapal.

Sejumlah 14 kapal angkatan laut dan enam kapal penjaga pantai didukung pesawat terlibat dalam operssi Senin, plus kapal penyelamat AS berbobot mati 3.200 ton dengan 15 penyelam.

Juru bicara kementerian pertahanan Won Tae-Jae mengatakan, sebuah ranjau mungkin menjadi penyebab bencana itu, walaupun Menteri Pertahanan Kim mengemukakan kepada para anggota parlemen Korsel tidak menempatkan ranjau di Laut Kuning dalam masa damai.

Para pejabat militer AS dan Korsel mengatakan tidak ada gerakan yang tidak biasa Korea Utara terdeteksi. Korut mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam musibah itu.

Surat-surat kabar menyerukan masyarakat tenang sampai penyebab musibah itu diketahui.

"Semuanya dapat menyebabkan ledakan itu, tetapi kita jangan segera memberikan kesimpulan tanpa ada satu bukti kuat," kata surat kabar Chosun Ilbo.

Surat kabar Dong-A Ilbo menyerukan rakyat sabar sampai fata-fakta akhir terungkap tetapi menambahkan: "Jika Korut berada di belakang ini, kita perlu menanggapinya dengan keras dan kuat."

Korut memperingatkan Korsel dan AS segera menjauh dari perbatasan

Korea Utara memperingatkan, akan timbul bencana yang tak dapat diramalkan, kecuali Korsel dan AS melarang kunjungan di daerah penyangga perbatasan yang merupakan tempat paling banyak dikunjungi di semenanjung itu.

Peringatan yang dikeluarkan Senin (29/3/2010) itu datang saat ketegangan meningkat setelah sebuah kapal angkatan laut Korea Selatan (Korsel) tenggelam, Jumat.

Laporan-laporan awal menyatakan Korut mungkin terlibat menyebabkan pasar gelisah tetapi Seoul kemudian mengatakan hampir pasti Pyongyang tidak terlibat dalam musibah itu.

Seorang pejabat kementerian Pertahanan Korsel mengatakan para penyelam sedang mencari para pelaut yang selamat tetapi terhambat akibat air yang ganas di lokasi dekat perbatasan laut yang disengketakan dengan Korut.

"Para penyelam mengetuk buritan kapal yang terbalik tempat sebagian besar prajurit yang hilang diduga terperangkap tetapi tidak tidak ada jawaban," kata Brigjen Lee Ki-sik dalam satu penjelasan.

Tiga puluh dari 46 pelaut yang hilang adalah bintara. Sisanya 16 orang pelaut wajib militer.

Menteri Pertahanan Korsel Kim Tae-Young mengemukakan kepada parlemen tidak ada yang dikesampingkan menyangkut kemungkinan penyebab itu, termasuk kapal itu mungkin menghantam salah satu dari ranjau-ranjau laut Korut yang belum ditemukan setelah Perang Korea 1950-1953.

Tetapi atas tekanan kuat untuk menjelaskan tentang kemungkinan penyebab kecelakaan itu, para pejabat Korsel tidak menuduh langsung kepada Korut.

Korut tedak menyebut tentang insiden kapal tenggelam itu tetapi media resminya mengeluarkan satu peringatan tentang perbatasan darat.

"Jika pihak berwenang AS dan Korsel tetap melakukan tindakan-tindakan yang salah mereka untuk menyalah gunakan daerah perbatasan bagi konfrontasi antar Korea walaupun peringatan-peringatan kami, ini akan menimbulkan insiden-insiden yang tidak dapat diramalkan termasuk hilangnya nyawa-nyawa manusia," kata kantor berita resmi KCNA mengutip pernyataan juru bicara militer.

Zona Demiliterisasi (DMZ) adalah penyangga selebar empat kilometer di sepanjang perbatasan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea, yang melibatkan pasukan PBB pimpinan AS membantu tentara Korsel melawan pasukan Korut yang dibantu pasukan China.

Seorang juru bicara militer yang tidak diidentifikasi dari Tentara Rakyat Korea mengatakan Korsel terlibat dalam tindakan-tindakan yang disengaja untuk menjadikan DMZ ajang konfrontasi dengan Korut dan lokasi perang urat syaraf dengan mengizinkan kunjungan di dalam zona perbatasan itu.

Korut dalam peringatan itu menyerukan Korsel menghentikan semua kunjugan utuk para wartawan ke daerah-daerah zona penyangga yang membentang melintas semenanjung itu.

"Hampir setengah juta orang setahun mengunjungi desa gencatan senjata Panmunjom di dalam zona itu serta lokasi-lokasi lain yang menunjukkan aspek-aspek perbatasan terakhir Perang Dingin,lebih dari 170.000 orang dari mereka berasal dari luar negeri," kata seorang pejabat di kota Paju yang berbatasan dengan Korut.

Korut juga membawa para pengunjung ke daerahnya dari perbatasan itu. Kota Paju dan Organisasi-Organisasi Pelayanan Terpadu (USO) yang tergabung dengan militer AS di Korsel, mengatakan mereka belum ada rencana membatalkan kunjungan-kunjungan.(Ars)


Sbr : Kompas

Post a Comment

أحدث أقدم